kabar paluta

Selasa, 27 April 2010

Ratusan Mahasiswa Hadiri Mubes ke-2 Gema Paluta

Posted in Marsipature Hutanabe by Redaksi on Maret 24th, 2010
Medan (SIB)
Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) Gerakan Mahasiswa Padang Lawas Utara (Gema Paluta) di Asrama Haji Pangkalan Mashyur Medan, 20-21 Maret menjadi momen besar bagi mahasiswa yang tergabung dalam Gema Paluta. Mubes berhasil memilih Ketua Umum Doli Setia Hamonangan Siregar.
Dengan terpilihnya pengurus menambah semangat bagi mahasiswa yang tergabung dalam organisasi ekstra kampus tersebut. “Kita harus konsisten dan konsekwen dalam setiap perjuangan untuk membangun kebersamaan dalam gerakan mengontrol pemerintah di Sumatera Utara termasuk Pemkab Paluta sebagai tanah kelahiran mahasiswa Gema Paluta,” ujar salah seorang pengurus Gema Paluta Amar Maqrup Siregar, kepada pers di Medan.
Dalam Musyawarah Besar Luar Biasa (Mubeslub) ke-2 di Aula Asrama Haji Medan yang dihadiri sekitar 500 mahasiswa yang berasal dari daerah Padang Lawas Utara, dengan terpilih Ketua dan kepengurusan yang baru berarti pergolakan atau dualisme kepemimpinan yang terjadi di tubuh Gema Paluta beberapa tahun belakangan ini berakhir sudah.
“diharapkan kepada semua mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Gema Paluta bersatu untuk membangun mahasiswa asal Paluta yang kuliah di Medan dan kota-kota besar lainnya, ujar salah seorang tokoh Gema Paluta, ibrahim Sanjaya Siregar.
Ibrahim Sanjaya siregar yang juga salah seorang perwakilan Majelis Pertimbangan Pusat Gerakan Mahasiswa Padang Lawas Utara kepada pers menyebutkan, mahasiswa sebagai penyambung lidah rakyat, berarti mahasiswa Gema Paluta harus memperjuangkan aspirasi masyarakat. Untuk itu mari bersama-sama menciptakan Gema Paluta yang progresif sesuai dengan tema Mubeslub ke-2 yaitu reposisi gerakan mahasiswa Padang Lawas Utara menuju Padang Lawas Utara yang cerdas, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.
Selain mengawasi kinerja Pemkab Paluta, kader Gema Paluta harus proaktif mengawasi kinerja Pemerintah Pusat demi terwujudnya Indonesia yang bersih dari korupsi.
Amar Maqrup Siregar menambahkan saatnya bersama-sama membangun Padang Lawas Utara ke depan yaitu mewujudkan Padang Lawas Utara yang cerdas, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat dan menghimbau kepada kader-kader gerakan mahasiswa Padang Lawas Utara untuk merapatkan barisan dan menciptakan Gerakan Mahasiswa Padang Lawas Utara yang kondusif. (Pr4/i)

analisis

ANALISIS EKONOMI: Koperasi sebagai Gerakan Pembebasan

Data terkini yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik menunjukkan penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta jiwa. Namun, jumlah penduduk miskin tahun 2009 tak banyak berubah dibandingkan dengan 13 tahun lalu. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin tercatat 34,5 juta atau 17,7 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2009 turun menjadi 32,5 juta atau 14,2 persen.

Jika kita menggunakan patokan pengeluaran per kapita sehari sebesar 1 dollar AS atau sekitar Rp 10.200 (versi Bank Dunia), upaya memerangi kemiskinan di Indonesia terbukti paling majal. Selama kurun waktu 1996-2008, jumlah penduduk miskin hanya turun dari 7,8 persen menjadi 5,9 persen atau 190 basis poin (bp).

Bandingkan dengan Vietnam yang turun dari 23,6 persen menjadi 3 persen (2.060 bp), China 1.030 bp, Kamboja 1.550 bp, Laos 2.910 bp, dan Filipina 790 bp. Malaysia dan Thailand tidak dimasukkan dalam perbandingan karena kemiskinan absolut di sana sudah hampir sirna.

Perlu diingat bahwa ukuran kemiskinan Badan Pusat Statistik adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Dengan demikian, tak berarti bahwa yang berada di atas garis kemiskinan sudah hidup layak. Mayoritas mereka hanya berada sedikit di atas garis kemiskinan.

Bung Karno pernah berujar, ”Tidak boleh ada kemiskinan di bumi Indonesia Merdeka.” Hampir 65 tahun merdeka seharusnya waktu yang cukup untuk mengentaskan orang miskin.

Hampir dua pertiga penduduk miskin berada di pedesaan, sementara sebagian besar penduduk desa bertumpu pada sektor pertanian. Oleh karena itu, kita patut menduga bahwa ada masalah struktural di sektor pertanian dan mekanisme ekonomi di pedesaan yang membuat kita gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat pedesaan. Keadaan ini menjadi faktor pendorong terjadinya urbanisasi sehingga menjadi penyumbang utama kemiskinan di perkotaan.

Sudah saatnya kita lebih mengatasi kemiskinan struktural dari akar persoalan.

Tak seperti kaum buruh yang lebih terorganisasi, kaum petani (dan juga) nelayan sangat terfragmentasi. Organisasi petani tak mengakar serta lebih kerap terkooptasi oleh kekuatan politik dan kapitalis kota. Gerakan petani mandiri memang sudah mulai tumbuh, tetapi masih sangat sporadis.

Koperasi adalah wadah untuk mengorganisasikan kekuatan rakyat yang berserakan. Ini barangkali yang hilang dari perjalanan koperasi di Tanah Air. Koperasi bukan sekadar sosok bangun usaha, melainkan suatu gerakan untuk menghimpun kekuatan rakyat, terutama di pedesaan, untuk menghadapi kekuatan kapitalis yang menindas.

Gerakan koperasi ditantang untuk memperkokoh tiga pilar kekuatan ekonomi rakyat.

Pertama, meningkatkan produksi yang mengacu pada peningkatan produktivitas dan kemandirian. Belajar dari gerakan petani di Sumatera Barat, para petani mengembangkan sistem pertanian organik yang bertumpu pada potensi lokal. Dengan sentuhan teknologi tepat guna, produksi lambat laun meningkat dengan kualitas yang lebih baik. Sementara itu, ongkos produksi bisa ditekan. Lebih penting lagi, petani tak bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan oleh industri yang berasal dari luar wilayah.

Kedua, membangun ”serikat dagang rakyat”. Petani tak boleh dibiarkan langsung menghadapi kekuatan kapitalis kota. Kekuatan kolektif petani niscaya akan mengangkat harga produksi pertanian sehingga nilai tambah hasil tani lebih banyak dinikmati oleh petani sendiri. Jaringan distribusi yang efisien juga akan menekan selisih harga jual di tingkat konsumen dan harga di tingkat petani.

Penegakan kedua pilar di atas belum tentu menjamin pengembangan dan penguatan sistem perekonomian desa. Jika pendapatan petani meningkat, tetapi tabungan mereka disimpan di bank komersial, dana akan mengalir ke kota. Perbankan nasional lebih suka menyalurkan dana masyarakat untuk kredit konsumsi dan proyek-proyek besar yang tak terkait dengan kepentingan mayoritas rakyat yang berada di pedesaan.

Lebih ironis lagi, perbankan nasional tak memberikan tempat bagi penabung kecil. Para penabung kecil dikenai ongkos administrasi yang lebih besar ketimbang bunga. Tabungan rakyat kecil lambat laun akan tergerus hingga nol dan akhirnya otomatis ditutup.

Kembali ke Sumatera Barat. Di beberapa kabupaten sudah bermunculan banyak ”bank” rakyat berbadan hukum koperasi yang mereka namai Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA). Para pemegang sahamnya adalah petani sendiri. Setiap petani menyetor penyertaan saham sebesar Rp 100.000. Di daerah-daerah yang lebih makmur, setoran petani bisa mencapai Rp 400.000. Inilah cikal-bakal bank rakyat atau bank petani.

Langkah selanjutnya adalah mendorong LKMA membentuk LKMA-induk, semacam holding company, agar perputaran dana bisa kian meluas, melintasi kecamatan dan kabupaten/kota. Bahkan, suatu ketika nanti, melintasi provinsi.

Alangkah eloknya apabila pemerintah berinisiatif mendirikan bank pertanian sehingga bisa lebih cepat mengangkat nasib ratusan juta warga yang kehidupannya bertumpu pada sektor pertanian.

Bank pertanian ini bisa menyalurkan dana kepada LKMA atau lembaga keuangan sejenis karena lembaga-lembaga keuangan rakyat inilah yang paling tahu kebutuhan petani.

Koperasi kita, dengan semangat sebagaimana diembuskan oleh Bapak Koperasi, Bung Hatta, bisa jauh lebih unggul ketimbang Bank Grameen yang tersohor itu.